Pages

Senin, 30 Desember 2013

Tulisanmu Menuntunku



Hari ini adalah hari terahkir di tahun 2013. Hari yang sangat ditunggu-tunggu oleh Naura sejak tiga tahun yang lalu. Malam ini, semua penantian panjangnya akan terbayar dengan tawa dan bahagia. Semoga.
Dia masih dalam keadaan setengah sadar saat ingatannya menarik saraf matanya untuk benar-benar terbuka.
“Astaga! 31 Desember!” Naura melonjak dari tempat tidurnya.
Naura langsung berlari ke halaman belakang rumahnya dengan keadaan masih berantakan. Panggilan orang tuanya tidak dia hiraukan sama sekali. Sekarang yang ada di pikirannya hanyalah pohon rambutan di halaman belakang rumahnya.
Mengingat kebelakang, hari itu adalah hari dimana Naura wisuda. Beberapa jam yang lalu, Naura masih mengembangkan senyumnya bersama sahabatnya. Nilainya begitu memuaskan. Bisa membuatnya semakin yakin untuk menuju perguruan tinggi yang dia inginkan selanjutnya.
Tapi sore itu, senyumnya yang mengembang seakan kempes. Sahabatnya selama dua belas tahun belakangan ini, memilih pergi darinya. Meninggalkannya sendiri dalam kenangan kelam yang tidak bisa dibayangkan sedikitpun oleh Naura. Setelah hari itu, semua masa beranjak dewasanya akan dia lalui sendiri. Tanpa pelangi dari Bayu, orang yang dulunya hanya dianggapnya sahabat, tapi kini, telah berhasil memberikan cinta pertama pada Naura.
“Aku harus pergi. Jujur aku ngga mau ninggalin kamu disini sendiri, tapi..” Kata Bayu penuh penyesalan.
“Tapi kamu tetap tega kan ninggalin aku?” Naura berprasangka buruk.
“Nggak, nggak gitu, Ra. Waktu memaksaku untuk pergi. Ada sesuatu yang harus aku lakukan. Tapi, aku ngga bisa cerita ini sama kamu.”
“Terus apa? Jadi kamu mau bikin aku penasaran setengah mati sampai nanti kamu kembali, entah itu kapan? Ga tau juga kamu mau balik atau nggak. Rahasia apa yang kamu sembunyiin dari aku selama ini?” Naura mulai tenggelam dalam air matanya.
“Aku pasti kembali. Aku janji, Naura. Tapi alasan kenapa aku pergi.. kamu akan tahu jawabannya sampai waktunya datang nanti.” Bayu meyakinkan Naura.
“Pembohong!”
“Percaya, sama aku. Ini yang akan menuntun kamu buat ketemu sama aku lagi.” Bayu menyodorkan sebuah kotak kecil.
“Di dalam kotak ini, ada sebuah surat. Surat ini yang akan bawa kamu untuk ketemu sama aku. Tapi, kamu nggak boleh buka kotak ini sekarang.” Kata Bayu.
“Terus kapan aku bisa buka kotak itu?”
“Nanti, tanggal 31 Desember 2013.”
 “HAH? 2013?!” Naura terkejut.
“Iya, tiga tahun dari sekarang.”
“Tapi kenapa harus selama itu? Ja.. jadi selama tiga tahun kamu pergi?” Naura kembali meneteskan air matanya.
“Ya, kurang lebih selama tiga tahun..” Bayu berat mengucapkannya.
“Aku ngga tau, gimana jadinya aku tanpa kamu selama tiga tahun.” Naura jatuh dalam pelukan Bayu.
“Setiap kamu kangen aku, inget-inget aja kenangan kita. pasti waktu akan terasa cepat kalau kamu jalaninnya dengan tawa.” Kata Bayu sembari mengusap lembut kepala sahabatnya itu.
“Bukannya dengan mengingat kenangan kita akan lebih sakit buatku?” Naura tak yakin.
Enjoy it! Kamu harus kuat.. kamu pasti bisa jalanin ini sendiri. Aku ngerti kowe kuat, Ra. (Aku tahu kamu kuat, Ra)” Bayu meyakinkan Naura.
Mereka menikmati pelukan hangat itu. Mungkin ini akan menjadi pelukan hangat terakhir bagi mereka, sampai tiga tahun kedepan nanti.
“Kita kubur di bawah pohon rambutanmu aja, ya?” Bayu menarik Naura..
Kini, setelah tiga tahun lamanya kotak itu terpendam, dia tetap setia melindungi pesan yang sudah tidak sabar ingin Naura baca. Naura segera menggali tanah tempatnya dulu bersama Bayu mengubur kotak itu.
Naura langsung membaca surat dengan amplop oranye yang terbungkus rapih. Naura membuka amplop itu pelan-pelan. Tulisan tangan Bayu dengan rapih tercetak disana. Tulisan yang sangat Naura rindukan.
Hai, Naura. Apa kabar kamu?
Kalau kamu sudah baca surat ini, itu tandanya kamu berhasil. Maaf sudah bikin kamu menunggu tiga tahun lamanya. Aku ngga ada maksud untuk bikin kamu penasaran. Seperti kataku, waktu yang memaksaku pergi..
Pasti saat aku pergi, nggak akan ada satu haripun aku ngga merindukan kamu. Aku sudah terlalu terbiasa untuk melewati setiap kejadian sama kamu. Termasuk alasan mengapa aku pergi ini, juga aku lewati sama kamu..
Aku benar-benar minta maaf kalau aku sering sakitin kamu selama kita bersahabat. Tapi, mungkin hal ini yang paling menyakitkan buat kamu.
Bunyi sepenggal surat dari Bayu. Naura bingung tak percaya membacanya. Matanya terlihat kabur sesekali saat membacanya. Itu karena air matanya mulai menggenangi pelupuk mata bulatnya.
Setelah membersihkan diri, langkah Naura ringan menuju kamar kesayangannya. Tempat yang selama ini menjadi saksi bisu perjalanan hidup  Naura. Sejak masih bayi Naura sudah tinggal disini bersama kedua orang tuanya. Di Solo, kota kecil yang penuh budaya dan magic, bagi orang-orang yang sangat mencintainya.
Naura menoleh ke arah meja kecil disamping tempat tidurnya. Disana, berdiri dengan rapih sebuah bingkai dan selembar foto yang selalu membuat hati Naura terasa nyeri. Kenangan masa lalunya. Kenangan yang hanya dia lewati berdua. Seperti dia sudah memiliki dunianya sendiri dengan Bayu. Dan kamar inilah yang menjadi kerajaan mereka. Tempat dimana perasaan yang dulu hanya menginginkan orang itu menjadi sekedar sahabatnya, dan berubah karena Naura menginginkannya lebih dari seorang sahabat. Sesuatu yang baru dimengerti Naura saat orang tersebut sudah hilang dari pandangannya.
“Hai, sudah siap membayar janjimu?” Kata Naura sambil memandang foto itu.
Foto yang diambil empat tahun yang lalu, saat Naura dan Sahabatnya masih kelas 3 SMA itu, tak pernah seharipun terlewat dalam pandangan Naura. Bagi Naura, meskipun kenangan di foto itu begitu sakit, tapi orang yang bersamanya disana bagaikan inspirasi dan sumber semangatnya dalam hidup.
“Dan aku akan menemukan kamu. Lihat saja, Bayu!” Naura tersenyum puas.
Naura mengambil surat itu sambil berjalan menuju tas slempang hitamnya. Kakinya melenggang ke bawah.
“Bunda, Naura pergi dulu ya!” Kata Naura sambil mendekati Bundanya.
“Kamu mau kemana?” Tanya Bunda Naura.
“Mau keluar sebentar. Ada yang harus dibeli.” Jawab Naura.
“Yaudah, hati-hati ya!”
“Siap Bunda!” Kata Naura sambil mencium kening Bunda yang paling dia cinta itu.
Naura menyalakan mesin motornya. Langsung melaju menuju sebuah mall di dekat daerah Purwosari. Selama dijalan, hati Naura terasa begitu ringan. Ada energi positif lain yang merambati tubuhnya hari ini. Energi positif menuju hari-hari bahagianya.
Aku akan menemuimu tiga tahun lagi. Tepat saat pergantian tahun 2014. Tapi sebelum kita bertemu, aku mau kamu membeli sesuatu. Anggap saja ini seperti kunci agar kamu bisa menemui aku.
Yang pertama adalah, sesuatu yang mengikat. Berwarna hitam. Bisa mencantumkan namamu dan namaku. Tapi tidak boleh ada besi di dalamnya. Aku mau barang itu terlihat natural. Dan hanya kamu dan aku yang boleh memakainya.
Bunyi pesan itulah yang menunjukan kunci pertama yang harus Naura dapat untuk bertemu Bayu. Naura berpikir sangat lama waktu itu, untuk menemukan benda yang dimaksud Bayu. Ahkirnya, Naura menemukan jawabannya. Dia ingat suatu barang yang dia lihat saat dia sedang mengisi waktu luangnya di mall yang Naura tuju saat ini
Sesampainya di mall tersebut, Naura langsung berjalan menuju toko tempat dimana barang keinginannya dijual. Gelang sepasang berwarna hitam yang sangat melegakkan hati Naura. Gelang itu terbuat dari akar wangi yang dililit pada sebuah kayu kecil. Ada satu bagian dari gelang itu yang tidak dililit akar wangi. Disana Naura bisa menuliskan namanya dan nama Bayu.
 Setelah pembayaran lunas, dan gelang sepasang itu sudah terbungkus rapi, Naura segera meninggalkan toko tersebut dan bergegas menuju tempat selanjutnya, yang masih berada di mall tadi.
Barang kedua, aku mau sesuatu yang bisa dimakan. Menyimpan warna pelangi yang lucu dan manis. Kita sering membelinya dulu. Bisa dapatkan itu Naura?” Bunyi pesan petunjuk kedua.
Tidak salah lagi. Pasti Lollypop. Naura bisa dengan mudah menebaknya. Lollypop menjadi makanan favorit Naura dan Bayu saat kecil. Tapi setelah beranjak remaja, mereka mulai sering mengabaikan benda manis penuh magis ini.
Disana tempatnya. Sebuah toko permen warna-warni yang menggiyur mata dan lidahnya.
“Mbak, saya mau lolipopnya ini, sekalian dibungkus, ya!” Pinta Naura pada penjaga toko tersebut.
“Siap, mbak. Silahkan tunggu di kasir.” Kata penjaga toko tadi begitu ramah.
“Barang ke-dua sudah aku beli, Yu. Tinggal dua barang lagi yang akan mengantarkan aku ke kamu.” Kata Naura dalam hati.
Naura berjalan meninggalkan mall tersebut, dan langsung menuju ke tempat berikutnya. Tempat yang sudah disebutkan Bayu dalam suratnya.
Barang ke-tiga adalah, sesuatu yang bercahaya. Sesuatu yang nggak mungkin orang acuhkan saat malam tahun baru. Barang ini bisa mengantarkan doa setiap insan pada malam tahun baru kepada tuhan. Sebagai simbol sebuah perayaan.. cari di Slamet Riyadi!
Satu-satunya benda yang tidak mungkin terlewatkan saat malam tahun baru, bercahaya, dan simbol perayaan adalah, Kembang Api. Naura bisa mudah menebaknya
Naura jadi ingat. Dulu, belum pernah sekalipun Naura melewatkan malam tahun baru bersama Bayu. Di setiap foto tahun baru, selalu ada dirinya dan Bayu. Sudah berjalan begitu adanya. Pertemanan yang cukup lama, sejak mereka SD. Apalagi rumah mereka yang hanya berjarak dua rumah lain, memudahkan mereka bermain setiap hari.
 “Mas, saya ambil kembang api yang ini, ya. tolong dibungkus.” Naura berkata pada pedagang kembang api disana.
“Oh, nggih mbak. Sekedap kula bungkuske rumiyin. (Oh, ya mbak, sebentar saya bungkuskan dulu.)” Kata si pedagang kembang api dengan bahasa jawa.
Naura menunggu sambil melihat jalanan Slamet Riyadi di depannya. Gedung-gedung sudah dihias dan siap menyambut tahun baru.
Menika, mbak. (Ini, mbak)” Pedagang tadi mengalihkan pandangan Naura sambil menyodorkan satu kerek penuh kembang api.
Wah, matursuwun, nggih. Menika arta-nipun. (Wah, terimakasih, ya. Ini uangnya.)” Kata Naura sambil menyodorkan dua lembar lima puluh ribu-an.
Done. Sekarang tinggal satu barang lagi!” Semangat Naura semakin bertambah.
Barang yang terakhir adalah sesuatu yang cukup berisik, tapi sangat menghibur. Penuh dengan hiasan-hiasan yang sederhana, tapi berarti bagi setiap orang yang memiliki kenangan tentangnya. Seperti kita. kamu harus cari barang itu di ngGladak!”
Naura paham apa yang dimaksud Bayu. Itu dalah terompet dari kertas yang banyak dijual pedagang-pedagang kaki lima menjelang tahun baru. Naura sediki khawatir apabila terompet yang dicarinya sudah ludes diborong. Apalagi ini kan hari terakhir tahun 2013. Nanti malam sudah perayaannya.
Motornya berhenti di depan pedagang kaki lima yang menjajakan terompet-terompet yang biasanya laris dibeli. Untungnya disini masih ada. Naura semakin bernapas lega.
Monggo, mbak. Tumbas menapa? (Silahkan, mbak. Mau beli apa?)” Tanya penjual terompet itu dengan ramah pada Naura.
Menika,Pak. Kalih nggih.. pinten dadosipun? (Yang ini, Pak. Dua ya.. berapa jadinya?)” Tanya Naura sambil menunjukkan terompet pilihannya.
Dadosipun sedoso-ewu, Mbak.. (Jadinya sepuluh ribu, Mbak)” Penjual tadi membungkus terompet Naura dengan plastik hitam.
Monggo artanipun. Matursuwun, nggih.. (Ini uangnya, terimakasih, ya..)” Naura menyodorkan uang selembar sepuluh ribu sambil menerima kantong plastik hitam berisi terompet miliknya.
Wes (Udah). Semua barang yang kamu minta sudah aku beli. Tinggal kamu yang harus menepati janjimu.” Kata Naura saat berjalan mendekati motornya.
Naura bergegas pulang kerumahnya di daerah Laweyan. Tak sabar menanti malam dengan cepat!
Naura langsung menghempaskan tubuhnya di kasur nyamannya. Terik matahari begitu menyengat kulitnya, membuat tubuhnya sedikit lemas. Sedikit membayangkan seperti apa rupa sahabatnya itu sekarang. Apakah semakin tampan? Seharusnya, iya.
Akhirnya, Naura memilih tidur untuk mengisi waktunya menuju malam tiba. Berharap setelah bangun nanti, semua keajaiban akan menjadi nyata.
Pukul 20:45. Naura sudah rapih dengan skinny jeans hitamnya serta kaos ¾ nya yang dibalut jaket abu-abu kesayangannya. sepatu dengan heels 5cm juga tidak terlalu mencolok jika dipakai saat malam. Naura sudah siap berangkat.
Sebelum melangkahkan kakinya keluar, Naura berdoa kepada tuhan, semoga ini adalah terakhir kalinya Naura berdiri sendiri. Naura berharap, Bayu benar-benar menepati janjinya dan akan menemani Naura sampai akhir nanti. Entah menjadi sahabatnya, atau jodohnya.
Barang-barang belanjaannya tadi siang juga sudah dibawanya. Naura memilih membawa motor, karena sudah pasti dijalan macet. Ribet kalau harus bawa mobil.
Well.. kalau sampai kamu nggak datang, aku nggak akan pernah maafin kamu, Bayu!” Naura melenggang meninggalkan rumahnya.
Kita akan ketemu di Benteng Vastenburg. Semuanya sudah aku siapkan. Kamu tinggal datang saja.” Bunyi pesan terakhir Bayu sebelum menutup tulisan tangannya.
Tulisan itu menuntun Naura ke Benteng Vastenburg. Sesampainya disana, Naura langsung memarkirkan motornya di tempat parkir dekat BI. Balai kota juga terlihat ramai malam ini.
Benteng Vastenburg begitu ramai dipadati pengunjung. Setelah ini Naura benar-benar tidak punya petunjuk. Bagaimana bisa Bayu menemukannya di tempat seramai ini?
Pukul 23:13. Beberapa puluh menit lagi, 2013 akan pergi meninggalkan dunia. Tapi, Bayu belum juga muncul. Hati Naura semakin gelisah. Apakah Bayu mengingkari janjinya? Pikiran negatif mulai menggerogoti benak Naura. Benteng Vastenburg juga semakin ramai penuh sesak dengan pengunjung.
Tiba-tiba, ada dua orang anak kecil menghampiri Naura. Mereka terlihat begitu lucu. Dua anak perempuan kecil itu sedikit malu-malu saat berkata pada Naura.
“Mbak Naura ya?” Tanya salah satu anak kecil itu.
“Iya, dek. Kamu siapa?” Naura bertanya dengan lembut.
“Kita disuruh kasih ini ke mbak Naura.” Anak kecil yang satu lagi menyodorkan sebuah kertas yang dilipat.
“Ini apa Dek? Dari siapa?” Naura penasaran.
“Hehehe, rahasia. Tapi, kita mau lollypopnya. Kita tukeran surat ini sama lollypop-nya Mbak Naura.” Kata anak kecil itu malu-malu.
“Loh, kok kalian tahu Mbak Naura punya lollypop?” Naura heran.
Mereka hanya tertawa saja. Mungkin tidak bisa menjawab.
Naura jadi berpikir. Apakah ini perbuatan Bayu? Akhirnya Naura menurut saja dengan dua anak kecil itu. Dia memberikan dua buah lollypop-nya dan menukarkannya dengan sebuah kertas yang dipegang anak tadi.
Setelah mendapatkan apa yang mereka mau, dua anak kecil tadi langsung berlalu sambil tertawa cerah. Dan Naura, tersenyum membaca surat dari mereka.
Kamu terlihat semakin cantik. Penasaran dengan rencanaku? Kamu ke belakang Vestenburg sekarang, ya!” Bunyi pesan itu. Pesan itu ditulis tangan. Dan Naura tahu, itu tulisan Bayu.
Dia celingak-celinguk mencari sosok penulis surat itu dari sekian ratus pengunjung yang datang. Nihil, tidak ada. Akhirnya, tanpa membuang waktu, Naura langsung berjalan menuju tempat yang disebutkan Bayu.
Disana menjadi sepi. tidak terlalu banyak pengunjung disini. Hanya ada beberapa pengunjung yang lewat untuk masuk ke dalam benteng. Dan disana, Naura melihat sesosok orang yang memunggunginya. Percaya tidak percaya, Naura menghampirinya, dan menepuk pundaknya. Tapi laki-laki itu tetap diam, tidak bergerak sedikitpun.
“Bayu…” Naura memanggilnya dengan ragu.
Dan, laki-laki itu berbalik. Tersenyum manis kepada Naura. Naura takjub tak percaya. Mulutnya tak bisa mengucapkan satu katapun. Air matanya yang tumpah, juga menambah ketakjub-an Naura.
“Hai Naura!!!” Bayu menatapnya dengan penuh bahagia.
“Bayu!” Naura menjatuhkan bawaannya dan menghamburkan pelukannya kepada Bayu.
Dia benar-benar merindukan sahabatnya itu. Tapi sekarang, pelukannya berubah menjadi rindu akan cinta pertamanya.
“Aku kangen banget sama kamu Bayu!” Naura mengeratkan pelukannya.
“Emangnya aku engga? Aku juga kangen banget sama kamu!!” Bayu membalas pelukan Naura, tak kalah erat.
“Kamu kenapa pergi sih? Kenapa??” Naura memukul pelan bayu dengan diiringi tangis bahagianya.
Bayu diam sejenak. Menarik napasnya panjang untuk memulai ceritanya.
 “Maaf aku menutupi semua ini terlalu lama. Sebenarnya, aku pergi ke Singapur, Ra.” Bayu membuka ceritanya.
“Singapur? Kamu ngapain ke Singapur?” Naura terkejut dan melepaskan pelukannya.
“Aku.. aku, aku berobat disana, Ra. Aku sakit.”
Deg. Naura begitu panik mendengar itu. Berobat sampai ke Singapur? Sakit apa Bayu? Naura hanya diam untuk mempersilahkan Bayu melanjutkan ceritanya.
“Aku sakit.. Leukimia.” Bayu berkata lirih.
“Hah? Leu.. Leukimia?” Naura terkejut sangat hebat. Air matanya semakin deras.
“Ya, Leukimia. Penyakit itu datang saat kita kelas 2 SMA. Aku juga ngga tahu kenapa bisa. Aku baru tahu aku kena Leukimia waktu aku check up sebelum ujian. Dan orang tuaku memilih aku untuk berobat ke Singapur. Aku minta sama mereka untuk ngga kasih tahu kamu. Karena aku takut kamu akan drop. Aku belum siap. Dan..” Bayu tidak sanggup melanjutkan ceritanya.
“Kamu udah sembuh kan? Kamu udah sembuh kan Bayu?” Naura meminta jawaban.
“Maaf, Ra. Penyakit itu menggerogoti tubuhku terlalu cepat. Berobat selama tiga tahun disana ngga cukup buat mematikan penyakit itu. Waktuku udah ngga banyak lagi, Ra. Aku pikir aku ngga bisa menepati janjiku ke kamu untuk datang saat ini. Aku hampir putus asa. Kalau ngga karena ingat senyummu, mungkin aku udah ngga ada di dunia ini sekarang. Aku terus berusaha Cuma untuk ketemu kamu sekarang, Ra. Menepati janjiku.” Bayu menumpahkan ceritanya yang dia pendam selama ini.
“Aku ngga percaya. Ini ngga mungkin. Kamu bohong kan? Nggak, kamu Cuma ngerjain aku, Yu!” Naura memaksakan tawanya.
“Kamu harus terima kenyataan, Ra. Aku sakit! Waktuku udah ngga banyak lagi! Dan sebelum aku pergi, aku mau bilang sesuatu sama kamu.” Bayu melirik kantong plastik yang tadi dibawanya.
“Shuut.. kamu ngga boleh bilang gitu. Kamu pasti bisa bertahan, Yu. Demi aku!”
Bayu hanya menggeleng dan tersenyum sambil menghampiri kantong plastik yang dibawa Naura. Dia menemukan apa yang dicarinya. Gelang sepasang.
“Cantik. Kamu pintar mencari barang. Semua barangnya berhasil kamu dapatkan, ya?” Bayu kembali menghampiri Naura sambil membawa gelang tersebut.
“Ya kamu kasih clue-nya gampang banget. Jadi mudah buat aku nemuin barang yang kamu maksud!” Naura memuji dirinya sendiri.
“Ra, aku kenal kamu lebih dari separuh usiaku. Hampir semua kejadian aku alami sama kamu. Bahkan, cinta pertamaku, juga datang.. untuk kamu.”
Naura terkejut mendengar perkataan Bayu. Benarkah? Benar Bayu juga memiliki perasaan yang sama dengannya?
“Tapi Bayu, aku—” Ucapan Naura terputus.
“Sshhtt..” Bayu memasangkan gelang akar wangi itu di pergelangan tangan Naura.
“Nih, sekarang pasangkan ini ditanganku.” Bayu menyodorkan gelang satunya pada Naura.
Naura tidak mengerti apa yang dilakukan Bayu. Dia menurut saja.
“Nah, sekarang kita terikat. Naura, kalau kamu memilih gelang ini sebagai pengikat kita, aku juga punya sesuatu untuk mengikat kamu.” Bayu merogoh saku celananya.
Naura terperanjat. Dia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Sepasang cincin yang melingkar manis di dalam sebuah box kecil. Naura menerka-nerka apa yang dimaksud Bayu. Menjawab satu persatu pertanyaan dibenaknya dengan bahasa tubuh Bayu.
“Ini maksudnya apa?” Tanya Naura masih tak mengerti.
“Ra, aku tahu, aku udah ngga lama lagi ada di dunia ini. Jadi, aku mau tanya sama kamu. Naura, kamu mau tunangan sama aku?” Bayu mengatakannya.
Air mata Naura tumpah. Tidak menyangka bayu akan melakukan ini sekarang. Tanpa pikir panjang Naura langsung mengangguk dan berkata “Ya, aku mau!”
Bayu dan naura memakaikan cincin ke satu sama lain bergantian.
“Nah, sekarang, hapus air matanya! Karena, lima menit lagi 2014 akan dataaaang!!” Bayu tertawa lega sambil menghapus air mata Naura.
Mereka berlari untuk masuk ke Benteng Vastenburg. Mencampurkan diri dengan kebahagiaan pengunjung yang lain. Dan, ini adalah menit-menit terakhir di 2013 yang sangat Naura syukuri.
“Kita nyalain kembang apinya, Ra!!” Bayu meraih kantong plastik berisi kembang api milik Naura tadi. Tak lupa, terompet juga sudah sedia di tangan mereka.
“Lima.. Empat.. Tiga.. Dua.. Satu!!!” Semua orang bersorak gembira menyambut 2014 yang ceria. Termasuk Bayu dan Naura.
“AKU SAYANG KAMU NAURA!!” Bayu berteriak diantara sorakan pengunjung lainnya.
Naura begitu bahagia. Dia sangat berterimakasih kepada Tuhan, sudah mengembaikan belahan jiwanya, sahabat sejatinya, cinta pertamanya. Mungkin, ini adalah tahun baru terakhir yang akan dilewatinya bersama Bayu. Setelah ini, Naura berjanji, akan selalu berusaha ada di samping Bayu. Sampai Bayu pergi nanti.
“Aku juga sayang kamu, Bayu! Selamanya..” Kata Naura lirih, sampai tak ada yang bisa mendengarnya. Hanya dia, dan Tuhan yang dapat mendengar.
Mereka berpelukan dengan erat. Sekakan tidak mau melepas satu sama lain. Pelukan panjang menyambut tahun baru, dan lembar baru dalam hidup mereka. 
"Jangan terlalu cepat memanggil malaikatku, Tuhan.. Biarkan kita bersama lebih lama lagi. Aku sangat merindukannya.. Sangat.." Kata Naura berdoa pada Tuhan, doa terindahnya untuk tahun 2014. semoga Tuhan mendengarnya.